LIKE FANPAGE FB YANG BARU KLIK DISINI Namanya Penyegar Timeline Malam atau cari @segarmalamceria

Tempat nonton bokep indo, bokep china, bokep barat, bokep waria, komik hentai, onlyfans leaks dan mulai dari cewek ABG sampe tante-tante, semua ada disini

Lesbian sama adik pacar

“Kamu seriusan mau resign aja Bell?” tanya seorang pria yang mengenakan kemeja putih bersih dan rambut klimis.

“Ya, keputusanku sudah final pak. Gaakan bisa diubah lagi.” ucap Bella, sama sekali tidak ada keraguan di matanya yang coklat gelap.

Pria klimis di seberangnya ingin sekali mengutarakan pendapatnya supaya bisa meyakinkan kembali Bella untuk tidak resign, akan tetapi begitu melihat raut wajahnya yang serius, ia memiliki perasaan bahwa apapun yang akan dikatakannya hanyalah sia-sia belaka.

“Baiklah,” ucapnya setelah menghela nafas panjang “Untuk persyaratannya sudah kamu siapkan semuanya?”

“Sudah.”

Kemudian Bella menyimpan sebuah map di atas meja para atasannya, yang mana berisikan kertas-kertas berupa Surat Pengunduran Diri dan surat-surat keterangan yang lainnya.

Damn, kamu sungguh-sungguh mau resign…

“Tentu saja, sudah kusiapkan segala sesuatunya untuk bisa keluar dari perusahaan ini.”

Pria klimis tersebut hanya tersenyum hampa saja mendengar perkataan yang keluar dari mulut Bella.

Begitu selesai memeriksa kelengkapan dokumen yang ada di dalam map, pria itu segera berdiri dan menyodorkan tangannya ke arah Bella.

“Perlu kamu ketahui, disini kamu tak akan pernah tergantikan oleh siapapun Bell. Kamulah karyawan terbaik yang pernah dimiliki oleh perusahaan ini.”

“Terima kasih, senang mendengarnya.”

Mereka berdua kemudian berjabat tangan dan Bella langsung memburu pintu keluar. Tanpa berhenti sedetik pun untuk menanggapi orang-orang yang hendak berbicara dengannya.

Lima menit kemudian, setelah keluar dari lift, dan akhirnya berjalan keluar dari gedung. Sinar matahari langsung menyambutnya, mengenai kulitnya yang mulus berwarna putih dan sampai-sampai ia harus mengganti kacamatanya dengan kacamata gelap untuk melindungi matanya dari cahaya matahari secara langsung.

Kini ia bergabung bersama pejalan kaki lainnya yang ada di trotoar, mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.

“Bell?” tanya seorang pria dari dalam ponsel.

“Aku udah bebas Lex, aku udah bebaaaaas.”

“Kamu udah resign? Waaaaaahhhhhh. I’m happy for you.”

“Iyaaaa, akhirnya aku lepas dari cengkraman mereka, lepas dari cengkraman corpo iblis.”

“Aku ikut seneng loh Bell, akhirnya kamu gak akan tertekan lagi gara-gara mereka.”

“Aku gaakan pernah lupa berapa kali kamu depresi gara-gara tempat kerja kamu yang toxic itu.”

“Iyaaaaa, sampe-sampe aku harus ngedatengin psikiater… parah ga tuh.”

“Untungnya kamu ada terus buat aku Lex. Makasih loh. Kalo gaada kamu kayaknya aku bakal terus tertekan di perusahaan evil itu.”

“Sebagai teman aku hanya membantu kok, tetep kamu sendiri yang eksekusinya. Kamu hebat Bella.”

“Aaaaaaaa Alex aku seneng bangettt.”

“Kamu senang aku juga ikut senang Bell.”

“Fix, aku bakalan ke rumah kamu sekarang, aku gak bisa ngehabisin perasaan euphoria ini sendiri.”

“Eh? Sekarang juga?”

“Iya, nanti aku telepon lagi kalo udah mau nyampe rumah kamu.”

Tanpa menunggu ucapan selanjutnya dari pemuda yang bernama Alex tersebut, Bella langsung mengakhiri panggilannya dan telah memutuskan untuk segera menuju ke rumah Alex.

Setelah memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, Bella langsung bergegas menuju stasiun kereta bawah tanah dan membiarkan kereta membawa dirinya menuju pinggiran kota.

Tidak banyak yang bisa dilihat, selain Incandescent Lamp berwarna kuning yang terpasang di setiap jarak satu meter.

Selain itu, tidak terlalu banyak penumpang saat di siang hari. Bella dengan leluasa duduk di salah satu kursi yang kosong, satu gerbong terasa seperti hanya miliknya seorang.

Setengah jam berada di dalam kereta, akhirnya ia sampai di pemberhentian terakhir. Stasiun Sakti, di pinggiran kota Batavia, tempat itu dikenal dengan nama lain, yaitu Distrik Sakit.

Bella melepas kacamata hitamnya dan menggantinya dengan kacamatanya yang biasa begitu matahari tertutupi oleh gumpalan awan-awan gelap yang kemudian turun hujan nan deras. Hampir saja kaus polos abu dan jas hitam yang dikenakannya basah.

“Tau gini harusnya tadi beli payung di Lawson.” gumamnya pelan.

“Bakalan ngerepotin, tapi biarlah.”

Kemudian ia mengeluarkan ponsel dan kembali menelepon Alex.

“Halo Lex? Aku udah di stasiun nih, stuck gegara hujan. Jemput aku yaaaaaaa.”

“Boy, that’s escalated quickly.”

“Iya aku kesana sekarang.”

Panggilan diakhiri oleh Alex, sedangkan Bella hanya bisa duduk seraya meratapi tetesan-tetesan hujan dari atap stasiun. Sesekali menatap layar ponselnya, dan memperhatikan foto seorang pria yang tadi diteleponnya, Alex.

Tubuhnya begitu tinggi, akan tetapi begitu kurus, kulitnya terlihat begitu pucat dan wajahnya selalu terlihat seperti kurang tidur, rambutnya yang lurus berwarna hitam acak-acakan menambah kesan suram terhadap dirinya. Meskipun begitu, Bella tetap tersenyum memperhatikan fotonya.

Lima menit menunggu, akhirnya yang telah ditunggu-tunggu olehnya telah tiba. Seorang pria kurus tinggi membawa payung hitam polos tanpa corak.

“Aleeexxx!” Bella berseru, lantas berlari menghampirinya dan memeluknya erat.

“Hei… maaf lama…” ucap Alex, begitu kikuk.

“Yuk, kita ke rumah kamu sekarang.”

“Err… soal itu, aku mau ngasih tau kamu di telepon.”

“Kenapa?”

“Adik aku lagi ada di rumah sekarang, takutnya kamu awkward apa gimana gitu gara-gara ada dia…”

“Ohhhh kirain apa, enggak lah. Aku mah gak bakalan awkward, emangnya kamu.”

Bella memukul bahunya main-main. Padahal perbedaan tinggi mereka berdua cukup jauh berbeda, tinggi Bella hanya sampai sebatas bahunya Alex. Meskipun begitu ia sama sekali tidak merasa insecure.

“Udah ah, yuk kita ke rumah kamu sekarang.”

Bella merangkul lengan Alex dengan begitu erat dan mereka pun berjalan menembus melewati hujan untuk sampai ke rumah Alex.

Lima menit berjalan dari stasiun, kini mereka berdua telah memasuki halaman rumah Alex dan masuk ke dalamnya.

Rumahnya begitu minimalis, memiliki dua kamar tidur dan satu kamar mandi, dan dapur terletak di bagian belakang rumah. Ruang tengah dapat berubah menjadi ruang tamu dalam kesempatan tertentu. Disana terdapat sebuah TV dan hanya terdapat satu meja diletakan di tengah dan karpet besar yang digelarkan di bawahnya.

“Rumah kamu bagus juga Lex.”

“Sini, biar kugantung jas kamu.”

Alex segera mengambil jas Bella untuk digantung, sedangkan Bella langsung duduk di atas karpet dan memasukan dirinya ke dalam selimut yang ada di atas meja.

“Aaaaahhh, hangatnya…”

“Tadi kamu bilang ada adek kamu kesini, mana dia?”

“Ada di kamar dia, kamu mau minum apa Bell?”

“Apa aja deh, yang penting hangat.”

Alex hanya mengangguk lalu pergi ke dapur, sementara Bella melihat-lihat sekitaran ruang tengah. Sebuah TV datar terpasang di tembok tepat di hadapannya.

“Aleeex, aku nyalain TV boleh?”

“Iya boleh, nyalain aja daripada kamu gabut.”

“Asik.”

Bella mengambil remot yang ada di atas meja dan menekan tombol power untuk menghidupkan TV tersebut. Memeriksa apakah ada yang menarik sedang ditayangkan di TV, dan ia berhenti di saluran yang sedang menayangkan kartun ‘Your Name’.

“Ini minumannya, hati-hati masih panas.” ucap Alex seraya meletakan gelas Bella di atas meja.

“Makasih ya.”

Bella menempelkan kedua tangannya ke gelas yang berisikan susu vanilla panas dan Alex duduk tepat di sebelahnya.

“Berasa kayak waktu SMA dulu gak sih?” tanya Bella.

“Waktu aku main ke rumah kamu dan nonton ini barengan? Yah, aku juga ingetnya kesana.” ucap Alex.

“Gak kerasa udah empat tahun sejak kita terakhir kali nonton bareng.”

“Yah, mau digimanain lagi. Kamu kuliah di UI, kerja di Batavia, sedangkan aku masih disini, di Distrik Sakit. Waktu buat kita ketemuan aja udah jarang banget.”

“Tapi sekarang udah enggak lagi, aku udah lulus, keluar dari tempat kerja yang bikin aku stress. Mungkin aku bisa tinggal bareng sama kamu disini Lex.”

“Ide yang bagus itu, aku suka.”

Bella menggenggam tangannya begitu erat, Alex merasakan tangannya yang hangat karena permukaan gelas kaca yang hangat. Bersamaan dengan adegan tokoh utama perempuan dan tokoh utama laki-laki yang di dalam kartun saling berpegangan tangan di atas gunung.

“Hei kak, aku baru saja selesai membuat cerpen, mungkin kamu mau membacanya.” ucap seorang gadis seraya keluar dari kamarnya.

Bella menoleh ke arahnya, dihadapannya kini terdapat seorang gadis muda yang lebih tinggi darinya. Jika tinggi Bella hanya sebatas sampai bahunya Alex, maka tinggi gadis itu mencapai batas di telinga nya Alex. Kulitnya putih dan memiliki rambut berwarna hitam yang panjangnya sampai ke bahu. Mengenakan kaus oblong oversized dan celana pendek sampai-sampai pahanya yang mulus terlihat jelas.

Begitu ia melihat adanya orang lain selain Alex di ruang tengah, wajahnya langsung memerah dan malu dalam seketika.

“O-oh… maaf, aku gatau kalo kamu lagi ada tamu…”

“Gapapa, nanti cerpennya kakak baca ya?”

Gadis itu hanya menganggukan kepalanya dan masuk kembali ke dalam kamarnya seraya menutup pintunya perlahan.

Damn, itu adek kamu? Siapa namanya?”

“Hela, dia ada disini karena lagi nunggu ospek di kampus, yang mana satu bulan lagi. Karena bosen di rumah orang tua, makanya main ke rumah aku.”

“Oalah, pantesan tinggi banget dia.”

“Ya, tapi tetep lebih tinggi aku sih, heheheh.”

“Ya iya atuh bercanda kamu mah, maksudku dia tinggi banget buat standar perempuan.”

“Hehehehe.”

“Tapi beneran mirip kamu ya mukanya? Bahkan kantung matanya juga keliatan mirip.”

“Ya… begitulah… gen bapak aku kayaknya lebih mendominasi.”

Setelah itu, hujan masih turun deras di luar sana. Suara rintikan hujannya membuat nyaman siapapun yang mendengarnya. Akan tetapi, Alex mendengar sesuatu yang tidak dapat diabaikannya.

“Perut kamu bunyi, apa kamu lapar?”

“Hehehe… iya, aku belum makan lagi semenjak keluar dari kantor.”

“Akan kubuatkan makanan kalo gitu.”

“Kamu gak keberatan?”

“Gapapa, aku sudah biasa masak kok.”

“Tapi bahan-bahannya sudah habis. aku belum beli lagi.” ucap Alex lagi ragu-ragu.

“Ohhhh, iya bener juga kamu.”

Kemudian Bella mengeluarkan dompet dan memberikan dua lembar uang seratus ribu kepadanya.

“Kamu belilah yang diperlukan, dan juga belikan aku rokok Cigarillos. Tapi tunggu sebentar, di luar masih hujan.”

Satu menit kemudian, hujan sudah tak lagi turun dan sudah reda sepenuhnya.

“Oh, hujan sudah berhenti. Hati-hati di jalannya Lex.”

Bella berdiri lalu menciumnya di pipi. Wajah Alex memerah karenanya.

“Aku pinjem kamar mandinya ya Lex.”

Tanpa menunggu jawaban, ia langsung menuju kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Ia membasuh kedua tangannya, mencuci kedua kakinya, dan membasuh wajahnya. Dia tidak perlu khawatir dandanannya luntur, karena memang sudah kebiasaannya sehari-hari tidak memakai make-up.

Begitu ia keluar dari kamar mandi, Alex tak lagi terlihat, ia mengasumsikan bahwa ia sudah pergi berbelanja. Ia berdiri menghadap credit roll dari kartun yang menandakan bahwa tayangannya sudah selesai, sambil diiringi musik dengan judul ‘Nandemonaiya’.

Untuk sesaat ia merasa bosan, hasratnya untuk menonton TV seketika hilang dan baterai ponselnya tinggal tersisa sedikit lagi. Lalu kemudian, ia teringat sesuatu.

“Hey, kamu gapapa kalo aku masuk?” tanya Bella, di ambang pintu kamar Hela.

Hela sempat terkejut melihat kehadirannya, kemudian ia menjadi gugup karenanya.

“Oh iya boleh, gapapa kak. Silakan masuk.” ucap Hela gelagapan.

Bella masuk ke kamarnya dan menutup pintunya. Ia melihat-lihat sekitar untuk sesaat dan kemudian duduk di pinggir kasurnya.

“Kamu gak keberatan kan kalo aku pacaran sama kakak kamu?”

“Eh? A-aku sih tidak peduli, lagipula punya hak apa aku untuk ikut campur…”

Bella hanya tersenyum nan cekikikan dalam diam begitu mendengarnya. Ingin sekali rasanya ia mengusap-usap kepala Hela.

“Tadi kamu bilang kamu sudah menyelesaikan cerpen, apa aku boleh membacanya?”

Hela terlihat ragu untuk menjawabnya, dan juga merasa enggan untuk membiarkan hasil tulisannya dibaca oleh orang lain selain kakaknya.

“Tenang, aku gak bakalan nge-judge kok, aku juga belum tentu bisa bikin cerpen kayak kamu.” ucap Bella lagi.

Hela hanya menatapnya, lalu ia menganggukan kepalanya mantap dan segera memperlihatkan hasil tulisannya yang disimpan di dalam harddisk komputer.

Bella tersenyum lalu mengambil kursi plastik dari pojokan, duduk di sebelah Hela dan mulai membaca.

Dalam kurun waktu sepuluh menit tersebut, Hela merasa resah dan gelisah, menunggu kritik dan saran dari Bella sebagai pembaca pertamanya setelah Alex.

“Hmm… jadi ringkasannya seorang kakak beradik yang memiliki kekuatan teleportasi dan telepati bertarung melawan Mad Scientist? Cukup menarik actually.” ucap Bella seraya mengusap-usap dagunya.

“Iya, begitulah…”

Bella menoleh ke arahnya dan terlihat sekali bahwa apa yang barusan dikatakannya masihlah merasa kurang untuknya. Dia membutuhkan masukan yang lebih banyak.

“Tapi jujur, aku merasa kurang bacanya.”

“K-kurang gimana maksudnya kak?”

“Ceritanya, kurang panjang. Padahal konsepnya udah menarik lho. Akan lebih menarik lagi kalo kamu mengembangkan kembali ceritanya. Bagaimana adiknya mendapatkan kekuatannya, bagaimana kakaknya mendapatkan kekuatannya, motif si ilmuwan jahat apa, dan yang lain-lainnya.”

Begitu mendengar masukan dari Bella, mata Hela seketika berbinar-binar, belum pernah baginya mendapatkan kritik dan saran dan masukan yang serius dari pembacanya.

“Tapi sehubungan yang kamu buat ini cerpen, ini udah bagus kok.”

“T-terima kasih banyak kak, semua ucapan kakak sungguh berarti sekali buatku.”

“Ah tidak, aku hanya menyampaikan apa yang terlintas di dalam benakku saja.”

“Tapi, kak Alex gak gitu, biasanya dia cuma bilang kalo tulisan yang aku buat itu bagus. Gaada kritik gaada saran, cuma bagus aja.”

“Apa kakak biasa baca novel atau sejenisnya?” tanya Hela.

“Begitulah, dulu aku pernah kerja sebagai editor. Tugasnya ya membaca semua cerita yang dibuat oleh penulis dan memastikan apakah tulisan mereka layak untuk diterbitkan atau tidak.”

“Ohhhh pantesan aku suka masukan dari kakak.”

Hela tersenyum kepadanya, begitu juga dengan Bella yang tersenyum.

“Apa aku boleh nanya sesuatu?”

“Apa itu? Tanyakan saja kak.”

“Kamu nanti kuliah dimana?”

“Di Universitas Batavia, jurusan Akuntansi.”

“Wiiihhh keren. Kalo sekarang kamu tinggal nungguin ospek, berarti masuknya lewat jalur undangan ya? Hebat banget kamu.”

“Ah tidak…”

Wajah Hela mendadak malu begitu dipuji oleh Bella.

“Nanti kalo kamu udah mulai kuliah, daripada ngekos, kamu boleh tinggal sama aku. Aku rumahnya daerah situ juga kok.”

“Kakak dari Batavia? Kesininya naek apa?”

“Pake Kereta Bawah Tanah, setengah jam perjalanan lumayan.”

“Oalah…”

Dalam seketika, hawa kamar tersebut menjadi berat, canggung karena tidak tahu apa lagi yang harus dibicarakan satu sama lain.

“Kamu gak punya pacar ya?” tanya Bella tiba-tiba.

Setelah mendengarnya, tenggorokan Hela langsung tersedak oleh ludahnya sendiri, kini ia terbatuk-batuk karenanya.

“Eh? Hela? Kamu gapapa?”

“Enggak, aku gak kenapa-napa, cuma kaget karena kakak tiba-tiba nanyain itu.”

“Berarti gak punya ya? Hmm hmm…”

“Emangnya kenapa kak…?”

Kemudian, Bella beranjak dari kursinya dan langsung duduk di atas Hela.

“Padahal kamu cantik begini, masa gaada laki-laki yang mau sama kamu.”

“E-eh…? K-kakak…? Apa yang kamu lakukan….?”

“Menikmati keindahan dirimu, itu saja.”

Bella mengusap-usap pipinya yang lembut, lalu mengusap-usap kepalanya dengan lembut. Wajah Hela sudah sangat merah begitu diperlakukan seperti itu oleh Bella. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikannya.

“There there~ You’re such a good girl~”

Jantung Hela berdegup begitu kencang karenanya, ia tidak yakin dengan perasaannya saat itu juga. Di satu sisi ia merasa bahwa yang dilakukan oleh Bella kepadanya bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan, akan tetapi di satu sisi yang lain, ia menikmati semuanya.

“K-kenapa ini… Jantungku terus-terusan berdegup kencang… selain itu… wanginya kak Bella… kak Bella wangi sekali…”

Setelah itu, Bella menatap wajahnya Hela yang merah. Mendekatkan wajahnya sambil berusaha untuk menciumnya tepat di bibir, akan tetapi Hela terlebih dahulu memalingkan wajahnya.

“K-kakak… kita tidak boleh begini…”

“Kenapa?”

“B-bukannya kakak pacarnya kak Alex…? Makanya, gak boleh begini…”

“Kenapa?”

“Kok malah terus-terusan nanya ‘kenapa’, bukannya ini namanya selingkuh…?”

“Apakah salah kalo aku menyukai adik pacarku sendiri?”

“Eh?”

Bella menatap Hela tepat di matanya.

“Baiklah, kalau kamu tidak suka maka aku akan berhenti. Tapi hanya satu saja pertanyaanku, apa kamu benar-benar ingin aku menghentikannya?”

Hela tidak langsung menjawabnya, ia hanya menundukkan kepalanya. Ia merasa kebingungan. Ia merasa bingung dengan perasaannya sendiri.

Kemudian, Bella mengangkat dagu Araa.

“Hey, tenang saja. Aku akan lembut kepadamu. Mana mungkin aku membuat adik pacarku sendiri merasa tidak nyaman.”

Hela menelan ludah dan Bella langsung menciumnya tepat di bibirnya yang mungil. Begitu selesai menjamah bibirnya, kemudian Bella lanjut menghisap lidah Hela yang manis dengan begitu intensif. Perlahan tapi pasti.

Hela merasakan nikmat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Seolah-olah ia menemukan sesuatu yang baru dan itu membuatnya kecanduan.

“Bella, aku pulang.” ucap Alex seraya menutup pintu depan.

Hela panik mendengarnya. Sebisa mungkin ia tidak ingin kakaknya melihat semuanya.

“Sssshhh tenang saja, tidak apa-apa kok.” ucap Bella seraya mengusap-usap tangannya.

Alex tidak melihat Bella berada di depan TV.

“Bell, kamu dimana?”

“Aku disini.”

Alex berjalan menuju kamar Hela. Disana ia melihatnya.

“Aku baru saja membaca cerpen buatan Hela, bagus sekali. Kamu juga harus membacanya lho.”

“Iya. Pasti akan kubaca nanti.”

“Kamu sudah selesai belanjanya?”

“Sudah, oh iya ini rokoknya.” Ucap Bella seraya menyerahkan sebungkus rokok Cigarillos.

“Makasih sayang.”

“Koreknya ada?”

“Aku ada Zippo kok, tenang.”

“Oke, kalo gitu aku masak dulu ya.”

“Iyaaaaa.”

Alex segera pergi ke dapur dan mulai memasak. Sementara Bella masih berada di kamar Hela.

“Kakak ngerokok…?”

“Iya, tapi tenang aku gaakan ngerokok di depan kamu kok.”

Bella menyimpan bungkusannya di atas meja begitu juga dengan Zippo dan kacamatanya.

“Sampai mana kita tadi?”

“A-apa maksud kakak? Kak Alex ada di dapur…”

“Terus kenapa?”

“Ih, nanti kalo dia liat gimana…?”

“Emangnya Alex pernah marah ke kamu?”

“E-enggak sih…”

“Soalnya ke aku juga jarang marah Alex mah. Jadi kalo ketahuan juga gaakan kenapa-napa.”

Hela tidak mengatakan apa-apa dan mulai berpikiran bahwa apa yang dikatakan oleh Bella ada benarnya juga.

“Hela sini deh, kita di kasur aja.”

Bella menarik tangan Hela ke kasur. Lalu mulai menciuminya lagi dan menghisap lidahnya lagi. Hela tanpa disadari mulai mengeluarkan suara kenikmatannya.

“Hnnnnnggggg…”

Good good, let your voice out darling. You did well.”

“Coba sini, lebarin kaki kamu.”

Hela menurutinya, ia melebarkan kakinya untuk Bella. Lalu Bella mulai memasukan tangannya ke dalam celana dalam Hela.

“A-aahhhh~ kakak~”

Sambil melakukannya, Bella tetap terus menjamah bagian tubuh Hela. Mulut dan lidahnya sudah dikuasainya, kini ia tengah menjamah lehernya dan menanamkan banyak cupang di atas kulitnya yang putih.

“K-kakak~ Aaaahhhhh~”

Selagi di atasnya sibuk, tangan di bawahnya sama-sama sibuk dengan mengusap-usap G-spot milik Hela. Ia terus menggosok-gosoknya dengan jari-jarinya. Seperti halnya menggosok-gosok minuman Ale-Ale. Begitu selesai mengusapinya, kini Bella mulai memasukan jarinya ke dalam. Pertama satu jari, lalu dua jari, kemudian tiga jari.

“A-aaahhhh aaaaaahhhh kakaaaakkkk~”

Menit selanjutnya, Hela mengalami kejang-kejang sambil pinggulnya yang terangkat ke atas.

“Good girl~ You let it all out~”

Jari-jari Bella sangat basah, lalu ia menyodorkannya kepada Hela untuk menjilatinya, dan jari-jarinya dijilati olehnya sepenuhnya.

“Fweeeehhhh~”

“Really such a good girl you are~”

“K-Kak Bella… lagi… aku mau lagi…”

“Nah ah ah, untuk hari ini cukup sampai disini. Kita gamau Alex ngeliat kamu seperti ini kan?”

“Uhhhh…”

“Tapi tenang, aku akan sering berkunjung kok.”

Bella mencium bibirnya dan Hela merasa nikmat. Lalu Bella beranjak dari kasurnya, memakai kembali kacamatanya dan mengambil bungkus Cigarillos. Lantas menutup pintu kamar Hela begitu keluar dari kamarnya.

Bella bergabung bersama Alex di dapur, yang tengah sibuk memasak makan malam.

“Sumpah deh Alex, kamu terlihat lucu kalo lagi pake celemek.”

Bella hanya tersenyum, kemudian mengambil asbak yang berada di bawah laci. Menyimpannya di atas meja makan, lalu membuka plastik bungkus Cigarillos.

“Aku ngerokok disini ya Lex.”

“Padahal ngerokoknya lebih enak nanti kalo udah selesai makan.”

“Hehehehe.”

Bella mengambil sebatang dan mulai membakarnya dengan Zippo. Alex kemudian langsung membukakan jendela supaya tidak terlalu pengap karena asap rokok.

TAMAT

BOKEP INDO TERBARU

guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x